RSUD Kotapinang Rujuk Pasien ke Rumah Sakit Bertipe Lebih Rendah, Dokter Obgyn Tidak Bertugas

RSUD Kotapinang Rujuk Pasien ke Rumah Sakit Bertipe Lebih Rendah, Dokter Obgyn Tidak Bertugas
Labusel,journalistCyber.com
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kotapinang kembali menjadi sorotan publik usai merujuk pasien kebidanan dan kandungan (Obstetri dan Ginekologi/Obgyn) ke Rumah Sakit Nur Aini yang memiliki klasifikasi tipe lebih rendah. Insiden ini terjadi pada Sabtu (19/4/2025) dan menimbulkan pertanyaan serius dari masyarakat terkait kualitas pelayanan dan ketersediaan tenaga medis di RSUD tersebut.
Sekretaris Ikatan Wartawan Online (IWO) Labuhanbatu Selatan, Habib, mengungkapkan bahwa sekitar pukul 11.59 WIB, ia membawa istrinya ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Kotapinang. Setelah diarahkan ke ruang bersalin (Poli VK), perawat yang bertugas menyampaikan bahwa dokter spesialis Obgyn tidak berada di tempat. Ia pun disarankan untuk merujuk pasien ke RS Nur Aini.
“Saya sempat menghubungi Ketua IWO, Candra Siregar. S.H.Beliau menyarankan, jika dokter jaga tidak ada, maka tidak ada pilihan lain selain membawa pasien ke rumah sakit lain. Karena itu, saya langsung membawa istri ke RS Nur Aini sesuai arahan perawat,” ujar Habib.
Sebelum proses rujukan dilakukan, Wakil Ketua IWO Labusel, Roynal Silaban, S.H telah melakukan koordinasi melalui pesan singkat dengan Direktur RSUD Kotapinang, dr. Ridwan Ritonga. Saat itu, dr. Ridwan menyatakan bahwa tidak ada izin yang diajukan oleh dokter Obgyn dan pihak manajemen akan segera melakukan pengecekan.
Berdasarkan informasi yang diterima dari perawat yang bertugas saat itu, dokter Obgyn yang seharusnya berjaga diduga mengalami diare, sehingga tidak dapat menjalankan tugasnya.
Menanggapi peristiwa ini, Direktur RSUD Kotapinang, dr. Ridwan Ritonga, menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada masyarakat. Ia berjanji akan memperketat pengawasan terhadap kehadiran dokter spesialis serta memastikan adanya dokter pengganti bila ada yang berhalangan hadir.
“Insentif untuk dokter spesialis di Labusel sangat besar, bahkan menjadi yang kedua tertinggi di Sumatera Utara, yakni sekitar Rp40 juta per bulan. Oleh karena itu, pelayanan yang diberikan harus sepadan dengan tanggung jawab yang diemban,” tegas dr. Ridwan.
Kasus ini pun menjadi perhatian publik dan diharapkan menjadi momentum penting untuk perbaikan sistem pelayanan kesehatan di Kabupaten Labuhanbatu Selatan, demi menjamin keselamatan serta kenyamanan pasien.(JC)